Ternyata Ciuman Menyebar MautCIUMAN memang selalu menarik perhatian. Juga di Inggris.
Dua pekan silam, kala Lembaga Riset Kedokteran Universitas Edinburgh mengumumkan
akan melakukan studi mengenai penyakit ciuman, para pelajar setempat menyambutnya dengan antusias.
Hanya tiga hari setelah dibuka pendaftaran, jumlah peminatnya mencapai 600 pelajar.
"Mereka kelihatannya sangat mendukung dan ingin membantu masa depan mereka,
"ujar Profesor Dorothy Crawford dari Bagian Mikrobiologi Kedokteran Universitas Edinburgh.
Menurut ketua tim studi proyek ini penelitian tersebut bakal menghabiskan dana 700.000 atau sekitar Rp 9,87 milyar.
Ketertarikan itu, mungkin disebabkan para responden tersebut boleh berciuman dengan pasangan masing-masing.
Namun, sebelum berciuman, mereka harus mengisi kuesioner mengenai nama pasangan,
frekuensi berciuman, gaya serta hidup responden dan pasangannya. Mereka juga diminta memberikan sampel darah.
Penelitian Crawford dan koleganya ini dimaksudkan untuk mengungkapkan parahnya demam glandular, pertanda penyakit berciuman yang banyak menimpa remaja berusia 15-25 tahun.
Di Amerika Serikat, misalnya, penyakit ini telah menginfeksi 50 dari 100.000 remaja setiap tahun. Para remaja itu acap berciuman untuk mengungkapkan rasa cinta pada pasangannya.
Demam glandular sebenarnya bukan virus baru. Pada 1964,
penyakit yang ditimbulkan oleh virus Epstein-Barr itu ditemukan
oleh M.A. Epstein dan Y.M. Barr. Virus ini hidup di air liur penderita.
Ia menular lewat ciuman, tanpa harus berciuman secara "dalam" ala Prancis.
"Penularannya tak ada cara lain selain berciuman,
"ujar Profesor Sardjito, ahli virus pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Menurut Sardjito, virus itu sebenarnya sudah bisa menginfeksi seseorang sejak berusia lima tahun. Boleh jadi, infeksi itu muncul karena sejak kecil para bocah itu sering diciumi oleh orangtuanya ataupun orang lain. Namun, pada usia itu,
virus Epstein-Barr hanya mendekam di tubuh tanpa menimbulkan gejala demam ciuman.
Meski menular, sejauh ini penyakit ciuman masih dianggap tidak serius.
Gejalanya, antara lain, flu, demam, dan lemas.
"Juga muncul benjolan-benjolan kelenjar getah bening terutama di sekitar leher.
Maka, dokter menyebutnya sebagai demam glandular,
"ujar Profesor Hendarto Hendarmin, ahli penyakit telinga-hidung-tenggorokan di FK-UI.
Gejala itu pun cuma muncul selama dua-tiga pekan. Setelah itu,
gejala tersebut bakal hilang bila penderita beristirahat cukup,
menenggak obat penurun panas, dan banyak minum air. Kemudian,
jika kondisi penderita sudah prima, virus Epstein ngumpet lagi.
Tidak berarti penyakit ini boleh diremehkan. Sebab, jika kondisi penderita parah,
maka akan timbul komplikasi yang tak boleh dipandang enteng.
Misalnya, radang jantung yang mematikan, radang selaput otak, hepatitis, dan radang ginjal.
Profesor Nancy Raab-Traub, ahli imunologi pada Universitas North Carolina, Amerika Serikat,
juga menyebutkan bahwa virus Epstein-Barr berpotensi menyebabkan kanker.
Baik kanker mulut, kanker perut, maupun kanker limfoma (kelenjar getah bening).
Ini terjadi karena virus itu bisa masuk ke dalam darah dan menekan antibodi.
Dalam penelitiannya, Raab-Traub yang bekerja sama dengan sejumlah peneliti dari Universitas Osaka, Jepang,
membuktikan melalui dua tikus yang saling ciuman.
Seperti dikutip majalah Science, edisi 8 Oktober lalu,
air liur seekor tikus yang mengandung virus Epstein-Barr,
setelah berciuman dengan tikus sehat, membuat keduanya tertular virus itu.
Setelah tertular, ternyata kadar CD-40 di dalam darah tikus yang semula sehat itu menurun drastis.
CD-40 adalah molekul di dalam sistem pertahanan tubuh yang berfungsi menangkal penyakit.
Kemudian, air liurnya memproduksi LMP1 (latent membrane protein-1),
sejenis protein yang menekan produksi CD-40. Ujung-ujungnya, tikus tadi terkena kanker.
"Virus ini bisa merangsang organ tubuh yang terserang menjadi ganas," kata Traub.
Yang mengkhawatirkan lagi, hingga kini belum ada vaksin pembasmi demam glandular tersebut.
Sejauh ini, obat penawarnya sekadar menangani gejala-gejalanya. Ternyata, berciuman tak selamanya mengasyikkan.
(Majalah Rollingstone)